Postingan Terbaru

SGIE, Calon Legeslatif


       Sumber gambar: pngtree


Ini bukan tentang pertanyaan dalam Debat Cawapres Pilpres tahun 2024, sebab saya tidak tertarik untuk ikut-ikutan mengulas lagak para Cawapres dalam Debat itu, apalagi menempatkan Cawapres Si Anu, Si Ini, Si Itu sebagai peringkat I, II, dan III. Selain karena penampilan ketiga Cawapres yang tidak mampu membuat saya menjadi Bengak (Bahasa Sasak, Kalau di Indonesiakan: takjub, terkesima) dengan substansi gagasan dan artikulasi yang disampaikan, juga saya tidak sreg dengan format Debat itu.

Dalam WAG yang saya ikuti bersama salah seorang Panelis Debat Cawapres malam itu, saya menulis: “Saya tidak setuju, kalau para Pakar yang menjadi Panelis, dalam forum Debat Cawapres yang diselenggarakan KPU itu, hanya dijadikan “Pesuruh” untuk memilih amplop tema. Yang demikian itu kan bisa dilakukan moderator saja. Toh menurut saya moderator juga masih kurang kerjaan, karena hanya menjadi time keeper dan pembaca pertanyaan saja, tidak berlakon signifikan memoderasi jalannya debat sesuai nomenklatur peran. Hemat saya, Panelis harusnya berperan menjadi Penguras gagasan para Cawapres dengan pertanyaan lansung. 

Debat telah usai, namun Medsos masih panas dengan ulah para pendukung “berbalas pantun” membela, memberi tanggapan, atas pernyataan kritis antar sesama Timses maupun nitizen +62 mengenai performa masing-masing Cawapres itu, oleh karenanya kita cukupkan saja langgam Ihwal demikian, Saya tidak bermaksud mengajak pembaca memperpanjang narasi, apatah lagi untuk memanas manasi, menguliti soal SGIE itu. Biarlah itu Ranah para Timses saja. Sebab keadaan jagat maya terlampau panas, pun jua demikian dengan hawa Bumi, meski Hari Kalender telah menunjukkan Desember penghujung tahun dimana lazim Hujan mengguyur lebat suhu nan adem.

Lalu mengapa judul tulisan ini SGIE? Seperti pertanyaan Debat, yang banyak diulas itu?  Ya, ini memang tentang SGIE, meski begitu hal ihwalnya berbeda, namun tak jauh dari seputaran Pemilu.

Ini bermula dari obrolan dengan beberapa kawan yang maju kontestasi Pileg 2024 (sebenarnya lebih pas disebut Curhat) tentang gelisah hati mereka mendapatkan kepastian suara calon Pemilih,  berbagai upaya telah dilakukan,  permintaan Sang empunya suara (calon pemilih) telah dipenuhi, namun bimbang, harap-harap cemas, khawatir juga ragu ragu selalu menyesakkan dada, bukan tanpa alasan, dari pengalaman sebelumnya, tutur salah seorang yang telah nyaleg berkali-kali. “Perolehan suara Di satu kampung/komunitas tak sesuai dengan janji “angin surga”. Janjinya menggembirakan pada kenyataan kecewa yang didapatkan.  

Janji manis dari orang-orang yang dijadikan Tim Sukses (Timses) tak bisa selalu dipercaya! ucapnya ketus. dan yang paling membuat kecewa dan jengkel berganda-ganda, janjinya itu diobral kepada setiap Caleg yang datang, bicaranya menyatakan, side doang (Anda saja) yang kita kampanyekan disini, tapi “side doang” itu bukan hanya kepada kita (dalam Bahasa percakapan KITA ini dimaksudkan sebagai kata ganti yang berarti SAYA) tapi juga diobral ke banyak Caleg, terangnya dengan intonasi makin meninggi. 

lalu, biaya operasional Timses ini selalu Bengkak. Karena berbagi amunisi kita berikan, Dia merinci seperti biaya rokok, Bensin, Pulsa/Data dan segala macam, untuk rokok mereka permintaannya rokok branded, Side (Anda) hitung saja, sebungkus bisa sampai Rp.27.000 padahal hari-hari rokok mereka bukan itu, urai Sang Caleg ini.

Menyimak ceritanya itu, saya nyeletuk, lha itu kan konsekuensi dari perjuangan Side mewujudkan keinginan, ya diajalanin saja!

Betul sih, sambutnya, cepat. Cuman yaaa, kita harus pinter-pinter dan hati-hati juga, karena dengan cara main macam  begini, orang-orang itu bisa ngerjain kita. Apalagi bila kita jumpai orang bermuka tebal, mereka tidak akan ada pertanggungjawaban, Dia selalu posisi enak, kitanya yang gundah.

Side harusnya Selektif menjadikan orang sebagai Timses! 

Saya menyela bicaranya. Dan side juga harus sadar, bahwa setiap perjuangan ada konsekuensi dan resiko, termasuk halnya  Side memberi biaya operasional itu!

Dia hanya diam, matanya menatap jauh kedepan, entah apa yang terlintas dalam benak fikirnya.

Tetiba dia nyeletuk: 

yaah, mereka bisa kenyang saya yang Lelah.

Dia yang kenyang, Saya Genteng Angen: Sasak (Indonesianya: lelah, lara hati)

Mendengar keluh kesah itu, saya menimpali, itu eS Ge Ii Ee Namanya! Saya  gunakan pelafalan Indonesia.

Matanya melotot, kok bisa? Apa hubungannya? tanyanya ketus. Bola hitam matanya menyudut kesebelah kiri, mungkin mengingat Debat Cawapres malam itu.

Side Geboh Ite Esol! SGIE (kalau diIndonesiakan. Anda Kenyang, saya yang lumpuh layu) jawab saya sekenanya.

Seketika dia menyemburkan Kopi yang Dia seruput.

Lalu.... 

Haaa haaaa, tertawa, ngakak


 

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Pilkades Bukan Pemilu

Mengapa Harus Pelayanan Publik?